Judul: Mahatma Gandhi: Sebuah Autobiografi; Kisah tentang Eksperimen-eksperimen Saya terhadap Kebenaran
Penulis: M.K. Gandhi
Ukuran: 15 x 23
Tebal: xvi + 728
Harga: Rp 160.000
::dinukil dari: Distributor Buku Kita::"Hanya ia yang tertusuk panah cinta, yang tahu kekuatannya…"
Kutipan di atas adalah objek pengajaran filosofi Mahatma Gandhi tentang cinta. Gandhi percaya, cinta adalah sebuah ketulusan hati tanpa ada udang dibalik batu. Ia terus mencintai sampai tersakiti. Inilah yang mendasari perjuangan seorang Gandhi hingga menghantarkannya menjadi tokoh besar yang dikenang sepanjang masa.
Pemikiran-pemikiran yang mengagumkannya itu ditumpahkan dalam buku Mahatma Gandhi Sebuah Autobiografi. Gandhi begitu memuja cinta. Tak heran dalam buku setebal 728 halaman ini, Gandhi akan mengajak anda menemukan makna cinta yang sesungguhnya tanpa melihat batas agama, ras, suku dan budaya.
Temukan juga bagaimana perjalanan Ghandi saat menjadi seorang pengacara dan membantu proses kemerdekaan India hingga merdeka pada tahun 1947. Setahun kemudian ia tewas karena dibunuh seorang Hindu yang marah karena masyarakat Hindu dan Muslim diberikan hak yang sama.
Gandhi adalah tokoh unik dan kontroversial. Baginya, pengenalannya akan beragam agama tidak mengganggu keimanannya. Dibalik semua itu, ia mampu menggandeng berbagai emelen dunia dalam membela kebenaran dan keadilan. Dialah tokoh lintas agama. Inilah yang membuat pemikirannya semakin kaya. Semuanya tentu dijalanin dengan hidup sederhana.
Dalam buku terbitan Narasi ini, kehidupan pribadi Ghandhi dipotret dengan lengkap dan rinci, baik dari segi pernikahannya, keluarganya, teman-teman, atau pun pekerjaannya. Dengan menggunakan bahasa penuturan, pembaca seolah dibawa untuk menyelami jiwa Gandhi dan merasakan proses perjalanannya, dari kehidupan yang kelam menjadi sosok yang matang berpikir.
Ghandi Bertemu Cinta
Pengenalan Ghandi akan cinta sebenarnya diawali ketika ia melakukan kesalahan besar. Pada usia lima belas tahun ia mencuri sedikit emas dari gelang saudaranya. Namun kegundahan menyelimuti hatinya. Ia pun memutuskan untuk mengaku pada ayahnya.
Ia menulis surat dan mohon pengampunan. Ia menulisnya di selembar kertas dan meminta hukuman yang setimpal. Ia sendiri yang menyerahkan pada sang ayah yang sedang terbaring di tempat tidur karena sakit fistula.
Ia bedebar dan siap menerima hukuman. Ayahnya membaca semua isi surat, lalu air mata sang ayah turun perlahan. Beliau menutup mata untuk sesaat kemudian merobek-robek surat tersebut dan berbaring lagi. Ghandi pun menangis.
Ghandi pun berkata, “tetes air mata cinta itu telah membersihkan hati saya, serta mencuci bersih dosa. Hanya ia yang pernah merasakan cinta seperti itu yang bisa memahami artinya… Saya sadar bahwa pengakuan saya telah membuat ayah merasa sangat mempercayai saya, dan secara luar biasa meningkatkan kasih sayang saya pada beliau.” (Buku Kita)