Dalam satu sesi kelas menulis di Dunia Tulis (tempat kursus menulis, kelak akan saya ceritakan), rerata teman-teman yang turut serta kebingungan dengan apa yang ingin ditulisnya. Sehingga akhirnya di akhir pertemuan, mereka masih kesulitan menemukan tema menarik yang hendak mereka tulis. Mereka masih bertanya-tanya dalam benak masing-masing.

Pertanyaan yang sebetulnya sudah bisa mereka jawab sendiri. Karena kebanyakan peserta yang ikut Dunia Tulis lulus SMA. Di mana, dalam rentang waktu SD-SMA, kita diajarkan menulis dan membaca oleh guru-guru kita, atau apakah ini merupakan indikasi kegagalan para guru dalam mendidik peserta didiknya? Wallahualam...

Persoalan terbesar yang menjadi kendala mereka adalah kesulitan bagaimana memulai sebuah tulisan. Misal, pertanyaan mereka berkutat pada bagaimana cara membuat tulisan? Atau sebuah pernyataan, aku sudah berada di depan komputer, ide sudah kudapatkan, tapi begitu mau mulai mengetik... byar pett. Semuanya padam. Aku tak bisa mengetikkan apa-apa, kedua tanganku kelu. Aku tak mendapatkannya. Dan berhentilah...

Sebetulnya, hal yang patut dicatat ketika memulai satu buah tulisan adalah (camkan ini baik-baik) mulailah menulis dengan kalimat dan bahasa kamu sendiri. Biarkan semuanya mengalir... mengalir... mengalir... dan mengalir tanpa henti, seperti banjir bandang yang melanda kawasan otak kamu. Mulailah dengan rasa itu. Dan satu hal yang paling penting, jangan pikirkan teori yang diajarkan oleh tutor, orang lain, atau mereka-mereka yang bisanya hanya mencibir. Yakinlah, tulisan mereka belum tentu lebih baik daripada tulisan kamu.

Kemudian, ini juga yang patut dicatat dalam benak kamu, dan sebisa-bisanya kamu tanamkan tiap pagi sehabis bangun tidur. Apabila diperlukan tulislah besar-besar di dinding kamar tidur kamu kata-kata penyemangat ini: AKU SEORANG PENULIS. Dah, begitu saja.

Dengan melakukan langkah-langkah di atas, harapannya kamu semua menjadi semakin lancar dalam menulis.

Apa kamu punya pertanyaan atau sanggahan soal postingan ini?

:: Pengelola: Lilih Prilian Ari Pranowo ::